You are currently viewing Krisis Kemanusiaan Mengubah Cara Pandang Tentang Hidup

Krisis Kemanusiaan Mengubah Cara Pandang Tentang Hidup

Krisis Kemanusiaan, gue sering lihat berita soal bencana, pengungsian, perang, atau kelaparan. Ada footage anak kecil kurus, orang tua menangis, tenda-tenda darurat… Tapi saat itu, rasanya seperti menonton film dokumenter. Jauh. Asing. Gak nyambung sama hidup gue.

Gue pikir, “Itu urusan PBB lah. Atau NGO internasional. Tugas kita kan cuma hidup baik-baik.”

Tapi semua berubah di satu momen yang gak bakal pernah gue lupain—waktu gue terlibat langsung dalam bantuan kemanusiaan buat pengungsi internal di Indonesia. Bukan di luar negeri. Di negara kita sendiri. Dan dari situ, gue sadar… krisis kemanusiaan itu dekat. Lebih dekat dari yang kita pikirkan.

Awalnya Gue Ngerasa Itu Urusan Jauh di TV

Krisis Kemanusiaan

Pertama Kali Terjun Langsung: Di Tengah Konflik dan Ketakutan

Gue dapet kesempatan jadi sukarelawan di daerah konflik horizontal. Gue gak sebut nama tempatnya demi etika dan keamanan, tapi cukup dibilang ini salah satu wilayah di Indonesia Timur. Waktu itu lagi ada ketegangan antarwarga karena isu agama dan etnis. Banyak rumah dibakar, warga mengungsi, anak-anak trauma.

Gue ke sana bareng tim kecil dari lembaga sosial. Bawa bantuan sembako, perlengkapan sekolah, dan yang paling penting: waktu untuk mendengarkan.

Begitu gue masuk ke tenda pengungsian, bau keringat, debu, dan makanan yang dibagi seadanya langsung nyambut. Tapi yang lebih kuat dari itu semua adalah tatapan kosong dari anak-anak.
Mereka diem. Gak senyum. Bahkan gak nangis.

Gue langsung ngerasa… “Ini bukan sekadar krisis logistik. Ini luka batin berjamaah.”

Momen yang Gak Pernah Gue Lupakan: Anak Kecil dan Boneka Bakar

Ada satu anak perempuan, mungkin usia 6 tahun. Namanya Ana (bukan nama sebenarnya). Dia duduk di pinggir tenda, pegang boneka yang setengah meleleh—hasil selamatin dari rumahnya yang terbakar.

Gue tanya, “Itu boneka siapa?”
Dia jawab pelan, “Teman saya. Cuma dia yang ikut lari…”

Dan waktu itu gue gak bisa nahan air mata. Gue pergi ke belakang tenda, pura-pura buang sampah, dan nangis diam-diam.

Dari situ gue sadar, krisis kemanusiaan bukan cuma soal makanan dan obat. Ini soal kehilangan, tentang rasa aman yang lenyap, dan masa kecil yang dicuri paksa.

Kesalahan Pola Pikir Gue: Meremehkan Bantuan Kecil

Krisis Kemanusiaan

Sebelum turun langsung, gue mikir, “Apa sih gunanya gue ke sana? Cuma bawa beras dua karung, susu bubuk, dan beberapa pensil?” Gue merasa kecil.

Tapi ternyata, justru kehadiran fisik kita yang lebih berarti. Ada orang luar yang datang, dengerin cerita mereka, duduk bareng, ngasih pelukan… itu lebih dari cukup buat sebagian dari mereka merasa “masih dianggap manusia.”

Gue belajar banget bahwa:

Empati bukan tentang menyelesaikan masalah dunia. Tapi tentang hadir, walau sebentar, untuk bilang, ‘Gue lihat kamu. Kamu gak sendirian.’

Refleksi Besar: Krisis Kemanusiaan Ada Dimana-Mana

Setelah pengalaman itu, gue mulai lebih peka. Gue perhatiin ada banyak bentuk krisis kemanusiaan, bukan cuma karena perang atau bencana alam:

  • Pengungsi iklim yang kehilangan rumah karena abrasi dan banjir rob

  • Anak-anak jalanan yang hidup tanpa identitas hukum

  • Korban kekerasan dalam rumah tangga yang terpaksa kabur dan bersembunyi

Kadang kita pikir krisis kemanusiaan itu cuma terjadi di Suriah, Gaza, atau Sudan. Padahal, di gang belakang rumah pun, bisa jadi ada orang yang hidup dalam krisis, dikutip dari laman resmi Wikipedia.

Pelajaran Penting yang Gue Dapet

Krisis Kemanusiaan

  1. Empati itu aktif, bukan pasif. Bukan cuma bilang “kasihan ya,” tapi nyari cara untuk bantu—sekecil apapun.

  2. Kita gak perlu jadi NGO besar buat peduli. Kadang cukup dengerin, nyebarin informasi, atau berdonasi rutin.

  3. Trauma gak sembuh dengan waktu aja. Tapi dengan komunitas yang hadir, dan support yang konsisten.

  4. Krisis kemanusiaan adalah panggilan buat semua orang—bukan cuma relawan.

Dan yang paling gue rasain? Rasa syukur. Setelah ngelihat langsung kondisi orang-orang yang hidup tanpa kepastian, gue jadi lebih menghargai hal kecil kayak kasur empuk, kamar mandi bersih, dan makanan hangat.

Tips Buat Kamu yang Mau Terlibat (Tanpa Harus ke Lapangan)

  • Mulai dari dompetmu. Ada banyak lembaga terpercaya kayak ACT, Dompet Dhuafa, Palang Merah, Human Initiative.

  • Ikut campaign online. Kayak #SolidaritasUntukPapua atau #SaveYemen yang kadang buka open donasi atau penggalangan petisi.

  • Gunakan media sosial untuk edukasi. Share fakta-fakta, kabar baik, dan juga panggilan bantuan.

  • Jadi relawan digital. Banyak NGO sekarang buka kesempatan buat bantu dari rumah, kayak desain, terjemahan, atau content writing.

Penutup: Krisis Kemanusiaan Adalah Cermin Dunia Kita

Gue pernah merasa krisis kemanusiaan itu terlalu besar untuk gue tangani. Tapi setelah ngalamin sendiri, gue sadar…

Kita gak harus nyelametin dunia. Tapi kita bisa bantu satu orang, dan itu cukup bikin dunia jadi sedikit lebih baik.

Jangan nunggu jadi kaya atau berpengaruh. Mulailah dari tempat kamu berdiri sekarang. Karena saat dunia lagi berantakan, satu aksi kecil bisa jadi harapan besar.

Baca Juga Artikel dari: Mindset Pengusaha Sukses: Kisah Naik Turun

Baca Juga Konten dengan Artikel dari: Society

Author